Press enter to see results or esc to cancel.

Glossophobia: Traumatik & Ketakutan Berbicara di Depan Orang Banyak

Apakah public speaking adalah ketakutan terbesarmu? Jika iya. Kamu tidak sendiri karena saya dan jutaan orang lainnya juga memiliki ketakutan yang sama. Ketakutan berbicara di depan publik atau Glossophobia.

Glossophobia masuk dalam ranking top 3 “Ketakutan Terbesar” manusia. Berdasarkan sebagian besar hasil riset, ketakutan berbicara di depan publik berada di posisi pertama. Ketakutan kedua ialah kematian. Yeah! apa itu terdengar aneh? Nyatanya lebih banyak orang takut dengan public speaking di bandingkan kematian.

Reference: https://www.mentalhelp.net/blogs/what-we-fear-more-than-death/

Lalu, mengapa public speaking begitu menakutkan? Padahal kita bisa sangat mudah dan terbiasa berbicara ke orang-orang terdekat kita, kita bisa cukup rileks untuk bercerita ke teman yang ada di lingkungan komunitas kita saat ada diskusi dan sebagainya. Namun, saat harus berdiri di hadapan sekelompok orang atau dalam sebuah event dengan audiensi yang besar maka itu sangatlah mengkhawatirkan.

Apakah karena kita takut dari judgement? Saat setiap mata tertuju ke kita.

Apakah ketakutan itu karena kata-kata, topik, ide dan cerita yang kita sampaikan tidak akan menarik? Kita khawatir akan menjadi membosankan? atau apakah karena takut dengan ejekan, penghinaan dan dipermalukan? Saat kita maju kedepan, tangan kita bergetar, kita berbicara terlalu cepat dan belibet, gagap, berkeringat dan kehilangan topik yang kita ingin sampaikan? Dan sepertinya ini adalah ketakutan bahwa kita merasa akan buruk saat menyampaikan.

Mungkin tulisan ini akan membuatmu merasa lebih cemas dan gelisah lagi, I’m so sorry.

In fact, saya juga memiliki ketakutan yang sama. Saya mendeteksi  ini pun ada dalam diri saya, sudah sejak lama. Saya terdiagnosa punya Glossophobia. Saya ingat pertama kali saya menjadi seorang presenter, itu pengalaman buruk yang paling saya kenang dan berharap saya bisa lupakan selama hidup saya. Bagaimana tidak? Saya harus merasakan bagaimana rasanya tertekan dan malu dengan keadaan saat tubuh saya bergetar, berkeringat, ucapan saya tidak karuan/belibet hingga saya tidak sadar reseletting celana yang tidak terkancing dengan sempurna. 😀 Luar biasa memalukan!

Setelah acara, saya sangat memikirkannya dan merasa sudahlah, cukuplah saya menjadi pembicara. Kemudian, saya konsultasikan keluh-kesah yang saya rasakan kepada salah seorang senior. Apa yang sebenarnya terjadi dengan diri ini?  kacau saat menyampaikan materi di depan orang banyak. Mengapa saya bercucuran keringat hingga saya ingin segera menyelesaikan speech saya. Senior saya menjawab dengan jawaban yang bijak hanya untuk melegakan perasaan saya.

Itu karena metabolisme tubuhmu begitu bagus, makanya kamu sangat berkeringat. Hahaa..

Jawaban itu setidaknya membuat saya lebih baik sebelumnya meski logika saya tidak sepenuhnya menyetujuinya. 😀 Syukurnya, minimal saya pernah merasakan di titik yang terburuk itu sehingga saya bisa mengintropeksi diri, kenapa saya kini ketakutan saat berbicara di depan orang banyak.

Berselang lama, setelah kejadian itu. Ternyata semakin banyak kesempatan untuk saya tampil di publik, ntah itu sebagai pembicara, pemateri ataupun host. Saya punya pilihan untuk menolak semua kesempatan itu, di dalam hati, saya masih ingat betul kejadian yang pernah saya alami dan “Traumatik” akan public speaking. Namun, di sisi lain, saya akan sangat menyayangkan kesempatan yang datang kepada saya, selain itu menambah jam terbang (baca: pengalaman), juga menambah isi dompet saya dari hasil acara yang saat itu masih berstatus mahasiswa nganggur. 😀

Saya memilih mengambil pilihan yang sebagian besar orang hindari, yaitu melawan rasa takut! Saya tidak ingin terkekang dan dibatasi oleh rasa khawatir dan ketakutan yang saya miliki. Semakin hari saya semakin merasa butuh ketakutan itu untuk saya lawan. Hingga akhirnya, saat saya menulis topik ini. Itu semua pengalaman nyata saya dalam melawan rasa takut terbesar ummat manusia, rasa takut terbesar anak muda dan rasa takut yang pasti dihadapi oleh orang-orang sukses yaitu Glossophobia.

Minggu depan, saya akan menyampaikan materi pertama saya dalam bahasa inggris dan ini adalah bagaimana bentuk saya mempersiapkan diri. Saya akui bahwa tidak hanya tentang materi yang harus siap namun juga persiapan-persiapan lainnya sangat menunjang keberhasilan saya dalam menyampaikan pesan di panggung dengan materi yang saya bawa.

Rasa ketakutan ini, kini sudah memulai manja dengan saya. Rasanya kami sudah mulai semakin terbiasa meski saya tidak pernah betul-betul lega sebelum memulai dan menyelesaikan speech. Saya masih kadang merasa gugup dan saya tidak punya tips untuk menjadi seorang Public Speaker yang hebat atau seni berbicara di depan umum. Nyatanya, itu semua akan sangat subjektif dan relatable dengan pengalaman masing-masing yang bisa saja sangat jauh berbeda, juga saya masih sedang berjuang melawan rasa takut ini.

Alhamdulillah, selain sudah menemukan keadaan yang lebih baik, kini juga saya mulai memahami bahwa public speaking itu juga sama halnya seperti membuat kue. Saat kita membuat donat tanpa cetakkan, maka bentuknya bisa saja berantakkan seperti speech saya pertama kali 😀 , namun bila kita ulangi dan ulangi (practice and practice) maka kita sedang menggali pola/cetakkan untuk hasil donat yang terbaik. Dengan banyak practice kita sedang berusaha menemukan template-template public speaking kita yang akan sangat kita butuhkan disaat-saat kita akan menyampaikan materi dan pesan buat orang banyak. 🙂

Last but not least, masih dengan pesan yang sama sampai saat ini:

Be optimally unprepared.

Tidak hanya fokus dalam menyiapkan materi & penampilan saja, namun juga persiapan mental utamanya. Kesehatan mental dan mood sangat penting bagi saya karena salah satu kunci dari public speaking yang jarang terpikirkan apalagi di persiapkan.