Press enter to see results or esc to cancel.

Blessing in Disguise: Hikmah yang Indah


Saya menulis ini di ruang tunggu bandara, sambil menatap pesawat yang belum juga boarding. Tapi dalam hati saya justru sedang menatap ke belakang—ke perjalanan yang tidak pernah saya duga akan membawa saya ke titik ini.

Sebuah titik penuh rasa syukur dan kehangatan, yang dulu rasanya sangat jauh dari jangkauan. 😔


Saya mulai bekerja di tempat ini sejak tahun 2022. Awalnya, semangat saya tinggi, meski dibarengi rasa gugup. Tapi seiring berjalannya waktu, saya mulai merasa asing, canggung, dan… tidak betah. Budaya kerja yang berbeda, ritme yang cepat, serta dinamika antar-rekan yang belum saya pahami membuat saya terus merasa “berjuang tanpa panduan”. Jakarta pun tidak membantu. Kota ini terasa bising, ramai, dan penuh tekanan. Saya seperti kehilangan arah.

Saya sempat mengalami berbagai kejadian yang membuat saya malu pada diri sendiri. Saya mendapatkan SP—tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Dan bukan karena saya ingin melanggar, tapi karena saya masih mencari cara untuk “nyambung” dengan ritme dan ekspektasi yang ada. Sampai akhirnya, saya merasa benar-benar lelah dan memutuskan untuk mengambil “istirahat” selama sebulan penuh. Saya merasa sudah gagal. Saya sempat berpikir, mungkin memang tempat ini bukan untuk saya.

Namun, ternyata kisah saya masih dalam penulisan.

Setelah sebulan istirahat, saya kembali ke ruang kerja lagi. Rasanya seperti masuk ke hari pertama lagi, tapi dengan perasaan yang lebih ringan. Ada sesuatu yang berbeda—bukan karena pekerjaannya berubah, tapi karena saya mulai belajar menerima. Dan perlahan, saya merasakan perubahan dari sekitar saya juga.

Saya mulai melihat sisi lain dari orang-orang di kantor. Mereka yang sebelumnya saya kira “cuek”, ternyata sangat memahami proses adaptasi seseorang.

Mereka tidak menghakimi. Mereka tidak membekukan masa lalu saya. Justru mereka membuka ruang—ruang untuk belajar, ruang untuk memperbaiki diri, dan ruang untuk tumbuh. Itulah titik pertama di mana saya merasa: saya diterima.

Tahun 2023 menjadi momen penting. Saya ikut gathering kantor untuk pertama kalinya. Ada canda, tawa, dan kehangatan yang tak saya duga.

Saya mulai merasa nyaman duduk di tengah keramaian, mulai berani bicara, dan mulai punya teman yang bukan hanya sekadar rekan kerja.

Sejak saat itu, saya sering diajak ikut trekking ke curug-curug indah di sekitar Bogor—Lui Hejo, Curug Seribu, Cikawah, dan lainnya. Di sanalah saya benar-benar merasakan: saya dibutuhkan. Saya menjadi bagian dari mereka. Saya punya tempat.

Lalu semalam, di gathering kantor tahun 2025, semua rasa itu semakin nyata. Saya tidak lagi menjadi orang asing. Saya bukan hanya bertahan—saya tumbuh.

Dan ini yang saya rasakan sebagai blessing in disguise—berkah tersembunyi di balik cobaan yang dulu terasa menyakitkan. Kadang kita tidak bisa langsung melihat makna dari kegagalan atau rasa sakit. Tapi ketika kita memilih untuk bertahan sedikit lebih lama, kita bisa menemukan keindahan yang dulu tersembunyi di balik awan gelap.

Saya pernah kesal dengan pilihan saya untuk bekerja di sini. Saya merasa salah langkah. Tapi sekarang, saya justru sangat bersyukur. Karena dari semua kegagalan, ketidaknyamanan, dan rasa ingin menyerah itu… saya justru menemukan versi diri saya yang lebih kuat, lebih terbuka, dan lebih bersyukur.

Buat siapa pun yang sedang berjuang menyesuaikan diri di tempat baru—percaya, tidak semua hal baik terasa nyaman di awal. Kadang, perjalanan terbaik datang dari jalan terjal. Dan kadang, yang kita butuhkan bukan lingkungan yang sempurna, tapi orang-orang yang bersedia memahami kita saat sedang belajar.

Saya tidak tahu ke mana perjalanan saya akan membawa selanjutnya dan tentu perjalanan serta kisah ini belum berakhir. Tapi untuk saat ini, saya bahagia. Saya merasa diterima. Dan itu lebih dari cukup. â˜ș

Oiya, senang juga saya bisa perkenalkan W Phase, teori tentang masa adaptasi. Kenapa kita merasa senang waktu masa-masa awal? Lalu culture shock, hingga menjadi seorang yang bisa menyatukan dengan lingkungan baru.

Baca disini:

Cross-Culture Understanding: Become Bi-cultural People