Bagian I – Mengulas Buku Quantum Ikhlas
Kuantum dan ikhlas, dua istilah yang memiliki perbedaan sifat & makna yang kontras. Secara sifat, kuantum merujuk ke arah materil, sebab kuantum yang di definisikan ialah sebuah partikel terkecil dari setiap benda yang ada di muka bumi. Ikhlas memiliki sifat yang non-materil, sebab hubungan utamanya dengan Sang Pencipta, yaitu keluasan hati untuk menerima semua dengan penuh syukur dan kemewahan. Ikhlas tidak bergantung dengan urusan duniawi, sebab keutamaannya adalah konektivitas spesial dengan Sang Khalik.
Apa yang terlintas di pikiran Anda dengan kata ‘Ikhlas’ ? Apakah kata tersebut selama ini sudah kita terapkan dalam hidup, atau hanya tahu kata itu namun masih belum mengamalkan maknanya di dalam kehidupan? Semua tingkah laku, usaha, ikhtiar, doa, keinginan dan pertolongan akan selalu di dasari dengan kata ini: Ikhlas. Segala sesuatu yang kita lakukan di mulai dari prinsip paling mendasar yang tidak dapat di cerna oleh pikiran siapapun karena tersimpan di tempat yang tidak dapat dijangkau pikiran yaitu hati. Melakukan sesuatu dengan ikhlas tidak hanya berarti kita tidak berharap sesuatu kembali ke diri kita. Melainkan, kita tahu bahwa apa yang kita beri dan kita lakukan adalah bukan milik kita. Ikhlas, bisa artinya melepas segala rasa kepemilikan duniawi kita. Mendekatkan kita kepada kenyataan yang sesungguhnya bahwa kita ini bukanlah ‘siapa-siapa’ dan tersusun dari sesuatu yang tidak nampak.
Semua yang nampak berasal dari sesuatu yang tidak nampak dan sesuatu yang terlihat berasal dari sesuatu yang tidak terlihat.
Akan sulit menganalogikan pemaknaan ini sebab dasar pendekatan yang di gunakan tidak secara kuantitatif. Kalaupun begitu, mari kita coba paksakan dengan logika apakah pikiran kita akan mendekati hasil. Pemaknaan tersebut kita coba uraikan pada sebuah batu, kita menganggap batu adalah benda mati, benar? Tidak merasa dan bernyawa sehingga tidak ada yang peduli dengan keberadaannya. Batu ketika di belah, akan ada pecahan batu dan kerikil di dalamnya, kita pecah kerikil tersebut kita akan temukan potongan kerikil dan butiran pasir. Kita coba memecahkan butiran pasir kita akan dapatkan pecahan pasir dan debuan. Hingga kita berusaha memecahkan sebutir debu dan kita dapatkan buliran debu lagi hingga terus pada percobaan terakhir semampu kita dan kita akan dapatkan partikel yang tidak dapat kita bagi lagi, ataupun bisa terbagi namun kita tidak melihat apa-apa lagi. Di dalam partikel terkecil dari sebuah batu padat tesebut terdapat sebuah energi yang membuat seluruh benda di muka bumi ini yang di sebut Kuanta.
Dalam fisika kita akan familiar dengan istilah Elektron, Proton & Neutron; masih ingat betulkan? Partikel yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan saling tarik menarik serta pernah kita praktikan untuk menarik potongan kertas ke sisir dengan menggosokan sisik sekian lama di rambut.
Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Tirto.id, bahkan diceritakan ada satu partikel lagi dari partikel terkecil yang diketahui manusia selama ini. Pada abad-abad sebelumnya manusia memperkirakan bahwa partikel terkecil yang ada di bumi, tidak dapat di bagi lagi yaitu Atom. Atom dijuluki the smallest particle didasarkan penelitian termutakhir dari kecerdasan manusia saat itu. Namun, setelah beberapa tahun setelahnya. Terdengar istilah God Particle (Partikel Tuhan), julukan yang cukup seronok terhadap kebendaan dunia. Yang menyatakan bahwa kemungkinan atom dapat dibagi lagi sangat mungkin sebab di dalam atom terdapat inti atom yang menjadi cikal-bakal senjata mengerikan yang memusnahkan ribuan nyawa di Hiroshima dan Nagasika Jepang.
Maka, kembalilah kita kesusunan partikel yang kita maksud yaitu Kuanta. Quanta adalah getaran-getaran energi terhalus yang tak tampak perwujudannya. Dan merupakan vibrasi energi yang memiliki kecerdasan dan kesadaran yang hidup
Kuantalah yang memungkinkan semua benda di bumi ini ‘sebenarnya’ hidup, di dalam inti setiap benda mati yang kita ketahui terdapat partikel yang bergerak trus menerus yaitu Kuanta. Hanya saja kita tidak melihatnya dengan kasat mata karena itu semua di luar dari kemampuan otak untuk menangkapnya.
Membaca pengantar buku Kuantum Ikhlas, di halaman 45 terdapat kutipan dari peneliti besar dunia: Albert Einstein.
Semua kenyataan yang terlihat sesungguhnya hanyalah ilusi, sebuah tipuan mata yang sangat kuat dan sulit dihapuskan.
Saya teringat dengan sebuah buku tentang filosofi yaitu Allegory of the cave yang menggambarkan kehidupan manusia dimuki bumi ini hanyalah ilusi, bayang semu dan kesementaraan. Semua yang terlihat mata seperti pantulan bayang-bayang di dinding goa dari cahaya api unggun. Tidak ada yang sadar dan mau mencari tahu bahwa ada cahaya lebih terang dari api unggun itu, sebuah sumber (kebenaran) cahaya yang sesungguhnya.
Tentang perasaan, sangat sering kita bertindak karena perasaan. Seperti yang di sampaikan di dalam buku, nasib seseorang mencerminkan karakternya, karakter tersebut terbentuk dari kebiasaan yang dimiliki. Dasar kebiasaan tersebut ada karena tindakan-tindakan yang dilakukan, terjadinya suatu tindakan terpantik melalui pikiran yang di sadari dan buah-buah pemikiran tersebut lahir dari perasaan yang di kelola hati kita dan sesuatu “yang tampak” pada dasarnya itu berangkat dari pikiran & perasaan “yang tidak tampak”..
Kesimpulan
Ketika manusia dapat masuk ke mode ikhlasnya, saat itu juga doa dan niatnya menyatu dengan kekuatan Tuhan. Ketika sudah begitu siapa lagi yang kan mampu melawan dan menghalangi-Nya?
Apabila seorang hamba berkata: Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah. Maka Allah menjawab, Hai para malaikat-Ku, hamba-Ku telah berpasrah diri, maka bantulah dia, tolonglah dia, dan sampaikan (penuhi) hajatnya.”
Riwayat Imam Ja’far dalam Kitab Al-Bihar
Power Of Ikhlas.
Comments
Leave a Comment