Bagaimana Membuatmu Percaya Aku Cinta?
Hari-hariku belum pernah se excited akhir ini, sejak pertama kali ku memutuskan menjalin hubungan percintaan lagi. Dengan rasa bangga, saat duduk di bangku kayu di pojokan kantor, ku menulis halaman percintaan pertama kalinya. By the way, aku akan bercerita tentang dia, perempuan yang ku kenal sejak akhir tahun lalu.
Rasanya kadang bingung juga untuk menuliskan apa yang kita rasakan saat berbunga-bunga, setiap mulai merangkainya jadi terpikir wajahmu, matamu, alismu, hidungmu, bibirmu dan semua atribut padamu.
Malam ini, seperti biasanya. Sembari ku mengetik beberapa bait tulisan yang tidak harus ku kirim malam ini, ya sembari membiasakan diri dengan rutinitas menulis. Aku melihatmu yang sedang tertindur melalui layar Hpku, seperti malam-malam biasanya aku harus “multitasking” yaitu bekerja, menulis sambil melihatmu yang tertidur manja.
Ntah apa yang merasuki malam ini, ingin sekali aku meluapkan ini semua kepadamu. Soal perasaan dan keyakinan, tentang masa ini dan yang akan datang. Perasaanku yang kencang namun tak bisa ku ungkapkan selain berkata-kata saja. Tentu kamu bisa saja bosan mendengarnya, akupun sama. Namun aku juga tak mau memberimu kesempatan untuk ragu denganku karena bagaimanapun yang ku mau hanya agar kita dan rencana kita tidak hanya menjadi “cerita”..
Aku bertanya kesekian kali, tidak hanya pada diri sendiri. Juga pada setiap benda mati yang dapat mendengarku. Malam ini ku menyampaikan pada kertas usang disampingku. Bagaimana membuatnya percaya aku cinta? Aku mau dan bisa saja bertanya tentang itu padanya langsung namun apa gunanya? Bukankah cinta hanya perlu dibuktikan.
Baik, aku highlight kalimat yang sering terucapkan. Cinta tidak perlu disampaikan, ia hanya perlu dibuktikan. Sekarang semudah apa untuk membuktikan sebuah perasaan cinta tanpa menyampaikannya? Mungkin jawaban terfavorit mengatakan yaitu dengan memberikannya perhatian. Baik, aku bisa dan bahkan sudah memberinya perhatian namun apakah itu saja seterusnya cukup? Mungkin jawaban favorit lainnya lagi mengatakan yaitu dengan menikahinya. Nah soal ini aku cukup setuju namun bila dijadikan bukti utama maka tidak karena menurutku itu fase akhir dari penjajakan. Fase akhir setelah sebuah pasangan siap mengucapkan komitmennya bersama dan untuk mencapai pernikahan ini tidak mudah.
Mesti ada kesiapan, keberanian dan perizinan dari pasangan dan setiap keluarga pasangan sehingga pernikahan tidak bisa dijadikan jawaban konkrit sebagai pembuktian bahwa seseorang sedang mencintai pasangannya, melainkan itu menjadi patokan keseriusan utama seseorang untuk mencintai. Standar atau dasar kenapa seseorang harus dipertahankan.
Hah, aku mulai pusing saja setiap mengingat ini. Ingin sekali ku tidak menghiraukan kata hati. Sejujurnya, aku juga sudah tidak tahan lagi. Diujung inginku, aku mau mencintaimu dengan cara yang halal. Dengan cara yang dilakukan para nabi kepada perempuannya.
Ya Allah, kadang aku sejengkel ini dengan diriku. Harusnya aku bisa menyelesaikan urusan ini dengan baik dan kami bisa hidup bersama. Namun, kenapa seringkali pikiran ini berlari kesana-kemari, atas banyak pikiran dan tekanan ini itu membuatku tidak bisa menyelesaikan tugas fitrahku kepadanya.
Ya Allah, Engkau yang maha tahu apa yang ku rasakan. Mohon jawab aku kapanpun Engkau mau.
Aku benar-benar menginginkannya. 🤍
Comments
Leave a Comment