A Shyndrome Frog : Keputusan Keluar dari Zona Nyaman
Perjalanan kita di dalam menapaki jalan hidup ini tidak selalu di warnai kesenangan dan kebahagiaan, tak ada kesenangan yang awet kita rasakan dan tidak ada kebahagiaan kekal juga kita dapatkan. Semua silih berganti, sesuai ketentuanNya terhadap seluruh UmmatNya. Hanya tergantung bagaimana kita mensyukuri nikmatnya dengan mengucap Alhamdulillah dan memetik hikmahnya sehingga kita menjadi bagian dari golongan orang-orang yang berpikir.
“Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS. Al-Baqarah [2]: 269).
Saat saya remaja, siang dan malam saya lebih banyak saya habiskan di dalam rumah dengan bermain game di kamar. Saya merasa betah karena menyukai rutinitas itu, membuat saya enggan berpikir untuk mencari aktivitas lain di luar rumah. Tidak jarang papa saya menegur untuk saya ikut bermain dengan teman-teman diluar atau setidaknya ikut kegiatan gotong-royong bersama orang-orang di lingkungan saya. Sulit, di pikirkan saya, saya sudah nyaman dengan situasi ini. Saya cukup lakukan ini saja, saya tidak perlu kesenangan lainnya.
Saya membayangkan yang di katakan papa agar saya bisa bersenang-senang dengan teman-teman saya, walau secara tersirat maksud papa saya agar saya bisa terbuka dengan dunia luar; tidak menjadi pribadi tertutup sehingga kesulitan mendapat teman main dan bercerita. Alhamdulillah, tidak bertahan lama pikiran keras kepala itu ada di kepala saya untuk trus berdiam diri dirumah. Akhirnya saya mulai perbanyak kegiatan saya bermain dengan teman-teman sekolah. Hahaa, nyatanya semakin menyenangkan hari-hari saya dengan apa yang saya dapat dari keputusan untuk keluar dari kamar saya. Yap, saya senang sekali. Dari situ saya tahu banyak mengerti permainan lokal yang menyenangkan, saya main kelereng, bledok (senapan bambu peluru kertas), main rijot (petak umpet), bermain bola dan tidak habisnya permainan menyenangkan dari yang melelahkan karena serunya hingga melelahkan karena di kejar orang dewasa karena keterlaluan nakalnya.
Semenjak saat itu, semakin saya bertumbuh ternyata saya masih saja dapat merasakan fase-fase kenyamanan menggoda seperti di usia remaja. Ketika berada pada situasi yang nyaman sekali rasanya tidak mau berpikir untuk hal lain lagi. Saya senang sekali bermain bola, dalam seminggu saya berlatih 5-6 hari plus jogging untuk menambah ketahanan fisik saya. Terus-menerus, saya tidak merasakan bosan pada saat itu. Ketika saya naik ke jenjang pendidikan sekolah menengah, hobi bermain bola saya tetap terbawa hingga di sekolah saya cukup familiar dengan teman-teman yang suka bermain bola juga. Namun….
Pada satu waktu, ketika saya mulai merasa sudah baligh (baca: dewasa), saya mulai berpikir ke arah yang lebih produktif dan menjamin masa-depan saya, saya berubah orientasi. Hobi saya yang awalnya lebih cendrung untuk bersenang-senang saat itu mulai bergeser ke arah yang lebih menghasilkan. Kenapa bisa begitu? Saya yakin sebagian dari kita, semakin bertambah usia, semakin kita merasakan ada beban yang bertambah di pundak kita? Beban dari diri pribadi, beban dari keluarga dan beban dari lingkungan kita atau lebih tepatnya saya sebut sebagai Tanggung-Jawab. Tanggung-jawab kita sebagai pelajar, sebagai anak dan sebagai masyarakat sosial dan dorongan itulah yang menyebabkan saya tiba pada fase “Saya ini mau jadi apa?”
Semakin bertambah usia saya, semakin banyak pengeluaran orang tua untuk saya. Sekolah saya, makan saya dan kebutuhan non pokok saya seperti jajan dan kesenangan kecil lainnya. Saat-saat itu saya ingin cepat bekerja, namun saya hanya tahu saya ini hanya bisa bermain bola. Bagaimana saat itu saya bisa menghasilkan rupiah melalui kemampuan bermain bola ? Saya buntu pada kondisi itu, saya masih menginjak kelas 2 sekolah menengah dan saya masih dalam tanggungan bahkan untuk sekedar cukur rambut saja harus minta ke orang tua saya.
Timbul rasa penyesalan, bila ingat masa muda saya banyak saya habiskan dengan bersenang-senang. Masa kecil menjadi anak rumahan, hobi main-main saja dan sekolah saja saya tidak prioritaskan. Saya sering menyendiri dan menemukan jawaban untuk pertanyaan saya: saya ini mau jadi apa?
Keluar dari Zona Nyaman
Sebuah pola yang akhirnya saya temukan dengan melihat, membaca dan menelaah situasi sosial di sekeling saya.
Seseorang yang sukses itu berani keluar dari zaman.
Tidak sedikit dari kita yang sedari kecil sudah terbiasa di suplay dengan kutipan-kutipan kesuksesan: langkah dan kunci menuju sukses. Istilah di atas pun tidak jarang yang mendengarnya namun memang benar adanya. Bila kita mau banyak membaca biografi orang-orang sukses di bidangnya maka akan ada satu pola yang hampir sama kita temukan yaitu Berani Mengambil Keputusan untuk Keluar dari Zona Nyaman!
Secara dasar rasa nyaman pada situasi yang menghendaki kita untuk berat dan sulit berpaling di dalamnya, biasanya itu cendrung hanya kesenangan semata tanpa peduli itu semua pada akhirnya akan sia-sia.
A shyndrome frog: seumpama katak bertahan d air panas, tidak bergerak seolah dia mampu melewatinya. Ketika air mendidih, dia mati karena kehabisan tenaga dan kesempatan.
Terjebak di zona nyaman membuat kita secara psikologi akan terbiasa dan trus terbiasa hingga membentuk kekuatan persepsi kita untuk enggan bertindak dan beralih. Di usia belasan dan puluhan tahun akan tiba pada situasi semacam ini, tidak mau mendengar nasihat lagi, merasa ini sudah kebahagiaan yang kita cari, kesenangan yang kita butuhkan dan enggan untuk bertindak bahkan berpikir untuk mencoba keluar walau sebantar saja. Maka, secara tidak langsung kita sedang mengaktifkan bom waktu untuk diri kita sendiri dan saya merasakan situasi ini ketika saya mulai menginjak usia dewasa. Ada kesulitan untuk memulai satu hal yang baru di sebabkan kebiasaan-kebiasaan sebelumnya terbentuk susah untuk di tinggalkan. Saya masih selalu ingin bermain dengan teman-teman di banding harus kembali serius dengan persiapan karir saya selagi muda.
Tentunya, rasa syukur harus selalu hadir walaupun pad titik tersulit di hidup, saya bersyukur masih di beri kelimpahan rezeki: kesempatan hidup, kesehatan dan kecukupan fisik tanpa kurang satu apapun untuk bergerak dan rasa syukur saya di beri kesadaran ini, sebuah refleksi untuk memulai menyusun aktivitas masa muda saya agar lebih berimbang. Saya membayangkan, andai tanpa kesadaran ini saya tentu akan sulit untuk dapat survive sejauh ini. Sekarang setidaknya saya tahu apa saja yang bisa saya kerjakan untuk menunjang peluang saya untuk menciptakan masa-depan untuk diri saya yang lebih baik.
Salah satu dampak yang terjadi dan saya rasakan ketika kita takut keluar dari zona nyaman: kesulitan untuk beradaptasi! Analogi katak pada sebuah panci di atas kompor. Ketika kompor di nyalakan, sebelum suhu di dalam air berubah, katak merasa nyaman dengan dirinya, merasa tidak ada ancaman karena hobi katak memang duduk berdiam di dalam air. Setelah suhu didalam air meningkat, katak belum juga mau keluar dari panci karena saking merasa nyamannya jadi berpikir yang lain-lain pun tidak. Semakin lama, air mulai berubah temperaturenya, katak sedari awal yang memilih diam sambil menyesuaikan dirinya dengan suhu air mulai merasa gelisah dan terdesak. Saat air panas tersebut mendidih, katak mati di dalam panci karena kehabisan tenaga dan kesempatan untuk keluar dari situasi nyaman yang menjebaknya..
Ambil Keputusan!
Sebelum semua terlambat dan lebih sulit, pikirkan apapun itu dengan tenang dan putuskan segera. Penyesalan seringkali hadir karena kita terlambat dalam memutuskan. Secara fitrahnya sebagai manusia kita di berikan kelebihan akal pikiran untuk dapat menimbang, menganalisa baik buruk segala keputusan yang kita ambil saat ini dan yang akan datang. Memanfaatkan asset itu semua memungkinkan kita terhindar dari hal-hal yang lebih menakutkan dalam hidup.
Pada dasarnya penulis hanya berharap dapat memantik kembali rasa kritis kita yang sangat sering ditekan dengan rasa kenyamanan-kenyamanan yang dihasilkan dari pikiran-pikiran jangka pendek. Selama kita masih ada kesempatan, kita sering lalai dalam memanfaatkannya dan ketika kita kehilangan banyak kesempatan, kita mulai menyesalinya. Bertindak, sebelum semua berakhir hanya dengan penyesalan..
Semoga Bermanfaat.
Comments
Leave a Comment