Jalan Yang Lurus & Jalan Yang Terlihat Lurus
Belum lama ini, hati dan pikiranku masih terbayang dengan kata ‘Lurus’ , dalam konteks mendalami kehidupan yang sedang aku jalani. Sudah beradakah aku pada jalan itu? Sebuah jalan keniscayaan yang akan membawaku pada Taman Keabadian..
Di dalam hidup yang penuh dengan kesimpangsiuran ( Chaos Of Life ) , ketika bola mataku melihat hidup ini tentang persaingan materil; tentang apa yang terlihat dan terhitung. Situasi yang membekali psikologiku bahwa di dunia ini yang utama adalah Materil : Uang, barang-benda, perhiasan, pakaian dan mobil(an). Kepuasaan hidup seolah di timbang dari berapa berat logam emas yang di miliki, seberapa banyak butir berlian yang tentu tidak akan pernah mampu menyelamatkan pikiran menjadi Sombong.
Sesaat setelah membaca sebuah novel, novel tentang perjalanan menuju Taman Keabadian. Melaluinya aku dapat dengan mudah memetik makna hidup yang di idamkan semua umat; perjalanan yang melelahkan namun tak miskin kebahagiaan di setiap langkahnya. Cerita tentang perjalanan yang akan membawa umat ke tempatNya, bertemu denganNya dan merasakan kelembutan zatNya. Sebuah jalan yang Lurus; kendati banyak orang yang menyangkalnya sebagai sebuah jalan yang berliku dan menyengsarakan.
Jalan yang membawa manusia ke peradaban yang baik, menyempurnakan amanat penciptaan manusia di bumi untuk menyembah kepadaNya. Yang di antara siang dan malamnya terdapat risalah yang di sampaikan melalui kejadian-kejadian alam yang seringkali sulit di kaji indrawi manusia. Sebuah perjalanan panjang melelahkan tak luput akan janjiNya yang siap menanti.
Barangkali, tidak hanya aku yang sedang terdiam bingung di balik malam seperti ini, bertanya? akankah aku sudah berada pada jalan yang lurus atau jalan yang terlihat lurus? Jalan yang aku yang harus memilihnya; jalan yang membentang ntah dimana awal & ujungnya. Jalan yang lurus menurutku namun akan terlihat berbeda dengan yang lainnya. Akankah demikian? Suasana hatiku kini tidak dalam irama yang sama dengan isi pikiranku. Hatiku merasakan bahwa jalan yang lurus itu tidak disini; ia masih jauh dari pijakanku yang sekarang. Sedangkan pikiranku membaca bahwa ini lah jalan yang harus ku tempuh itu, aku hanya perlu meneruskannya hingga tiba di hilir.
Keduanya tidak bisa memberiku kekuatan untuk memutuskan, tidak ada tolakan dan ukuran dari jalan yang ku cari. Barangkali, waktunya yang belum tepat? Atau diriku yang belum siap? Aku khawatir bila belum memulai hingga waktunya tiba karena gagal membaca pesan-pesanMu.
Ya Rabby, malam ini Engkau ada di sini. Sampaikanlah pesanMu melalui mimpi saat ku terpejam. Atau berilah aku petunjuk dari bias-bias kecil dari kekuasaanMu yang Maha agar aku dapat melihat jalanku. Izinkan indraku membaca kejadian-kejadian alam perihal untukku menjadikan itu semua referensiku menuju Taman KeabadianMu. Aamiin.
Stay on reading Novel by Alwi Alatas: The Straight Path
Lombok.
Comments
Leave a Comment